Implementasi Media Pembelajaran Ular Tangga di SD Labschool UPI Cibiru

Media pembelajaran ular tangga merupakan media yang dikembangkan dari permainan tradisional ular tangga yang bertujuan untuk mencapai tujuan pembelajaran (Afandi, 2015). Media pembelajaran ini membutuhkan konsentrasi, kehati-hatian, kematangan dalam memperhitungkan, kekompakan, tanggung jawab, dan kompetitif dalam melaksanakannya. Mengapa demikian? Pelaksanaan pembelajaran menggunakan media ular tangga memiliki banyak resiko atau dalam hal ini tantangan yang menjadikan siswa dapat terlatih, siap, dan bijak dalam menghadapi masalah. 

Pada pelajaran IPAS di kelas 4, materi yang digunakan ialah bab tujuh IPAS tentang kegiatan ekonomi. Media pembelajaran ini digunakan untuk mereview materi yang telah dipelajari. Teknis penggunaan media ini siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari tiga sampai empat orang, kemudian setiap kelompok menentukan ada yang berperan menjadi pion, pelempar dadu, dan penjawab pertanyaan (satu sampai dua orang). Namun, ketiga peran tersebut tidak bersifat permanen dengan setiap 3 pertanyaan yang telah diberikan dapat berganti peran dimana pion dapat menjadi pelempar dadu, pelempar dadu dapat menjadi penjawab pertanyaan, pernjawab pertanyaan dapat menjadi pion. Selain itu, terdapat dua wadah yang terdiri dari wadah pertanyaan dan wadah hukuman.

Permainan pun dapat dimulai, pion melangkah sesuai angka yang keluar dari dadu, dan setiap angka yang keluar terdapat pertanyaan dari bab tujuh (misalkan: apa yang dimaksud Produksi?), pertanyaan tersebut diambil dari wadah pertanyaan. Jika pertanyaan berhasil dijawab, maka pion berhak diam di angka yang keluar dari dadu, dan jika menginjak tangga maka pion berhak naik sesuai angka pada tangga tersebut. Selanjutnya jika pertanyaan tidak berhasil dijawab maka pion mendapatkan hukuman yang hukumannya diambil dari wadah hukuman. Selain tidak bisa menjawab pertanyaan, hukuman juga diberikan bagi pion yang menginjak ekor ular. Pemenang ditentukan dari siapa yang lebih dulu mencapai finish (angka 100).

Berdasarkan implementasi yang telah dilaksanakan, kelebihan media pembelajaran ini dapat melatih kerjasama siswa, kematangan dalam bertindak, tanggung jawab, dan kompetitif. Selain itu, ketika belajar siswa cenderung lebih aktif, ceria, ekspresif, antusias, termotivasi untuk menjadi pemenang sehingga pertanyaan sesulit apapun akan dijawab sebaik mungkin oleh siswa. Hal tersebut selain dipengaruhi oleh media pembelajaran yang menunjang siswa untuk aktif, media pembelajaran tersebut juga sesuai untuk karakteristik siswa kelas empat yang menurut Piaget  dalam (Jarvis, M., dkk. 2007), siswa tengah berada pada fase pemikiran operasional konkret, dimana aktivitas mental siswa berfokus pada objek-objek nyata atau pada peristiwa yang dialaminya. Media pembelajaran ular tangga dalam hal ini masuk pada operasional konkret siswa. Selanjutnya media pembelajaran ini dapat digunakan dalam mata pelajaran apapun dengan catatan desain permainan ular tangganya polos.

Adapun kekurangan penggunaan media pembelajaran ular tangga ialah kurang efektif jika media pembelajarannya hanya satu buah untuk satu kelas, karena menimbulkan banyak antrian dalam mendapat giliran bermain, siswa yang belum mendapatkan giliran bermain akan merasa bosan, dan perhatiannya akan teralihkan oleh hal lain bahkan sampai mengganggu temannya yang lain. Selanjutnya kekurangan media tersebut kurang efisien dalam biaya, karena untuk satu buah permainan ular tangga saja cukup banyak yang harus mengeluarkan biaya seperti print banner yang lebih baik ukuran sedang hingga besar agar dapat menampung siswa dalam jumlah banyak pada permainan tersebut, selanjutnya membuat dadu dari kardus dibungkus karton atau membeli boneka dadu yang dalam jumlah banyak akan cukup memakan biaya.

Media pembelajaran sejatinya berperan sebagai alat bantu untuk menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Media pembelajaran yang baik adalah media pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa, artinya harus dapat dipahami dan dapat menggugah siswa untuk belajar, dan memudahkan siswa dalam menyerap materi yang disampaikan. Guru sebagai fasilitator harus mengetahui karakteristik siswanya dan menyiapkan atau memberikan pelayanan terbaik salah satunya melalui media pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa dan pelajaran. Media pembelajaran tidak harus mahal, tidak harus juga menyulitkan guru, masih banyak media pembelajaran lainnya yang kreatif, efektif, dan efisien, tergantung bagaimana guru mau mengeksplor dirinya untuk memenuhi kebutuhan media pembelajaran. (Muhammad Irfan Adriansyah)